“Ustadz Gunung”, Rela Tinggalkan Metropolitan untuk Tugas Suci


 

 

 

Teman-teman pembaca setia azizalkayis.blogspot, kali ini saya akan berbagi sebuah cerita yang saya dapat dari kompasiana.com. saya merasa tersentuh dengan cerita ini. seorang pemuda yang rela meninggalkan keramaian, meninggalkan kesukaanya dan menggunakan masa mudanya untuk mengabdi, berusaha untuk mendedikasikan ilmu yang ia miliki kepada bangsa. saya juga mengucapkan terima kasih kepada saudara Ilmaddin husain yang telah berbagi cerita ini. mudah-mudahan bisa bermanfaat kepada semua generasi muda. 



“Ustadz Gunung”, Rela Tinggalkan Metropolitan untuk Tugas Suci

(Ilmaddin Husain)

Gaya bicaranya khas. Dari cara ia ngomong, penulis dapat menduga bahwa ia bukanlah orang Sulawesi Selatan. Namun, ia berdarah Betawi. Dialah Ustadz Novan. Saat penulis bercakap-cakap dengan ustadz yang santai pembawaannya ini, logat Jakarta mengalir lancar dari lisannya.

Penulis pada Sabtu (1/3/2013) yang lalu datang berkunjung ke Desa Tumbu, Kel. Sapaya, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan, tempat Ust. Novan berdakwah. Penulis pun menyempatkan diri berbincang-bincang dengannya.

Utadz Novan bercerita bahwa rumahnya ada di Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
Mendengar Jakarta disebut, penulis merasa tak asing. Tahun 2008 yang lalu penulis sendiri pernah menetap di Jakarta selama beberapa bulan. Jakarta dalam bayangan penulis adalah kota metropolitan dengan segala hiruk pikuknya. Kota yang tak pernah mati dari aktifitas penduduknya. Kota yang dihiasi oleh gedung-gedung pencakar langit.

Pada umumnya, kebanyakan abang dan none terbiasa dengan fasilitas lengkap . Mereka lekat dengan gadget terbaru. Sehari-hari anak muda terdidiknya, mengisi hari dengan berkuliah di universitas terkenal.

Disisi lain, banyak pula remaja Jakarta yang terjelembab dalam pergaulan bebas, narkoba, minum minuman keras, merokok, dan tindak kriminal.

Namun, sosok anak Jakarta yang “gaul” tersebut berbeda 360 derajat dengan ustadz yang masih muda ini. Ia tidak menghisap merokok. Apalagi bergaul bebas dengan anak-anak nakal.
Sebaliknya, ia mengisi hari-harinya dengan dakwah spiritual. Mulai dari orang dewasa, pemuda-pemudi hingga anak-anak ia ajari agama. Ia rela meninggalkan tanah kelahirannya untuk berdakwah ditengah masyarakat.

kompasiana

We will email you when we have a new update: